Televisi edukasi sebagai media pembelajaran santri

Ceritanya ini adalah produk latihan menulis di workhsop yang diadakan oleh MAQDIS Foundation. Meskipun masih berantakan semoga menjadikan spirit menulis dikemudian hari dan menjadikan bermanfaat bagi pembaca, komentar dan saran yang membangun dari sahabat selalu saya nantikan. monggo :)
----------------------------------ooooooooooooo--------------------------------------
Tema : Televisi edukasi sebagai media pembelajaran santri
Judul : Model Pendidikan Multikultural melalui Televisi sebagai Media Pembelajaran[1]   di Pesantren[2] dalam menyongsong MEA[3]
Oleh : Meis Dania Nila Rosyida
Kata kunci : Pendidikan Multikultural, MEA, Pesantren

Pesantren merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan islam non formal yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah lahir sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh ke seluruh pelosok negeri ini. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan non formal yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mewarnau dunia pendidikan di Indonesia. Tidak sedikit pemimpin bangsa yang ikut memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini berasal dari kaum sarungan ini.
Secara garis besar pondok pesantren dapat kita kelompokkan menjadi dua macam yakni pondok pesantren tradisional (salafi) dan modern (khalafi). Perbedaan keduanya terletak pada metode belajar serta kultur yang tercipta dalam pondok pesantren tersebut. Pesantren tradisional mengajarkan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikannya, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. (Dyah Aji: 2012) Metode pengajaran di pondok pesantren tradisional menggunakan sistem bandongan (kelompok) dan sorogan (individual). Sedangkan pesantren modern telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren, dengan metode pembelajaran menggunakan sistem klasikal.
 


[1] Media Pembelajaran merupakan suatu alat untuk mempermudah proses belajar. Pemilihan media yang tepat akan menimbulkan proses peningkatan pembelajaran yang signifikan pada santri. Fathurrohman dan Sobry (2010:65) menyebutkan bahwa media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak dan menunjukkan hal-hal yang tersembunyi. Ketidakjelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pembealjaran. Namun, tentu saja media ini disesuaikan dengan esensi pembelajaran. Karena jika tidak, media itu sendiri malah akan menjadikan hambatan bagi pembelajran bukan sebagi alat bantu.
 [2] Pesantren, pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (sumber : wikipedia.co.id)
[3] MEA kependekan dari Masyarakat Ekonomi Asean adalah sebuah kesepakatan geoekonom yang meliputii pasar bebas  yang dilaksanakan oleh negarayang tergabung dalam organisasi ASEAN. Secara bertahap ASEAN yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, Singapura, Philipina, Thailand, Vietnam, Burma, Laos dan Kamboja memastikan diri masuk dalam babak baru percaturan geoekonomi dan geopolitik global. Salah satu keputusan strategis tersebut yaitu pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand Desember 2008, semua negara-negara ASEAN telah meratifikasi Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan sepakat Piagam ASEAN memasuki tahap entry to force, sehingga tiga pilar ASEAN Community yang meliputi ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community akan segera diimplementasikan dan ditargetkan terintegrasi penuh pada tahun 2020, dipercepat menjadi tahun 2015 sesuai hasil KTT di Cebu pada tahun 2007. Untuk menjalin keakraban antara negara ASEAN.


Dengan diberlakukannya MEA maka itu bisa menjadi tantangan untuk semua warga Indonesia karena Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing." Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk dihapuskan," katanya. Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya.
Maka dari permasalahan diatas jelas Sumber Daya Manusia Indonesia akan bersaing dengan Tenaga Kerja Asing. Maka untuk mempersiapkan menghadapi MEA(Perdagangan Bebas ASEAN)  di penghujung tahun 2015 ini, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan daya saing Insan Indonesia. Insan Indonesia kita harus benar-benar dipersiapkan. Dirasa  perlu adanya pembaharuan sistem pendidikan nasional.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan terbaru melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam dan PMA No 18 Tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada Pesantren. Hal itu tentu menjadi semacam angin segar bagi dunia pesantren, di mana secara kelembagaan dan lulusan pesantren akan memiliki kesempatan besar untuk setara dengan sekolah formal. Dari sisi anggaran pesantren juga akan mendapatkan hak yang sama dengan pendidikan formal sehingga untuk pengajar, fasilitas, dan infrastruktur mendapatkan pembiayaan dari pemerintah.
 Dengan adanya peraturan pemerintah hal yang harus diperhatikan yaitu pada kesiapan pesantren menghadapi peraturan baru ini. Para kiai, nyai, ustaz, dan santri, yang selama ini hanya bergelut dengan dunia fa’ala-yaf’ulu dan lain sebagainya, kini mesti menyiapkan sistem kelembagaaan, administraasi dan organisasi yang tertata. Selain masalah tersebut, perlu diperhatikan pula beberapa hal menyangkut kesiapan pesantren dalam menghadapi peraturan ini, salah satunya tentang sistem kurikulum yang akan diterapkan.
Mengingat pada PMA No. 18 tahun 2014 dalam pasal 10 ayat 3 menyebutkan setiap pesantren diwajibkan untuk memuatm kurikulum umum paling sedikit empat mata pelajaran yakni: pendidikan kewarganegaraan (al-tarbiyah al-wathaniyah), Indonesia (al-lughah al-indunisiyah), matematika (al-riyadhiyat) dan ilmu pengetahuan alam (al-ulum al-thabi'iyah).

. Salah satu upaya dalam pembaharuan sistem pembelajaran dipesantren dengan menggunakan media audio visual. Penggunaan media ini bukan berati mengibiri tradisi salafiyah pesantren yang sudah ada karena sesuai dengan prinsip “ Al Muhafadotu ‘alal qodimisholih wal akhdu bil jadidil ashlah” yang artinya melestarikan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik maka dirasa perlu adanya inovasi dalam proses pembelajaran dipesantren. Nantinya kita akan memperpadukan antara sistem pondok secara tradisional dan perkembangan zaman yang modern, begitu juga dalam hal pemikiran para kiai dan santrinya. Islam yang dimiliki kalangan pesantren salaf adalah Islam yang inklusif, ramah, tidak kaku, moderat, yakni Islam yang bernuansa perbedaan dan sarat dengan nilai-nilai multikultural. Mendakwahkan Islam yang seperti inilah yang menjadikan Islam bisa bersentuhan dengan multikultur dan menjadikan islam rahmatan lil alamain.

Pembaharuan yang akan kita pakai yaitu dalam hal media pembelajaran santri. Media pembelajaran santri yang asalnya hanya berpusat pada kiai sebagai sang guru agama, akan kita tambah sentuhan media audio visual berupa televisi. Fokus yang kita gunakan adalah program pilihan untuk dipertontonkan santri agar stigma yang melekat pada santri selama ini sebagai kaum abangan yang tak mengenal modernisasi.
BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat statistik penonton televisi pada tahun 2013 ini mencapai 180 juta jiwa hal ini membuktikan bahwa televisi tetap menjadi primadona tontonan bagi masyarakat Indonesia. Berbagai macam tayangan dapat kita jumpai, mulai dari acara gosip, memasak, life style, berita, sport, sinetron, layar lebar hingga kartun. Dari sekian banyak tayangan televisi hanya sekian persen yang menayangkan tontonan yang sekaligus menjadi tuntunan. Banyak media televisi yang ditunggangi oleh berbagai macam kepentingan politik sehingga kualitas dari tayanagan tersebut tidak diperhatikan.
Namun dengan adanya TV Edukasi milik Pustekkom Kementrian pendidikan yang didalamnya memuat berbagai macam program yang tentunya akan mencerdaskan anak bangsa maka dirasa Pembelajaran melalui media Televisi laik untuk dipertimbangkan dan laik pula untuk dikembangkan. Tinggal bagaimana pemerintah mengemas TV Edukasi agar menarik masyarakat, supaya masyarakat ketika menonton televisi buakn hanya disuguhi berita politik atau sinetron yang cenderung minim mengandung nilai edukasinya.

Maka dari Permasalahan yang telah saya jabarkan diatas serta menilik peraturan mentri sudah saatnya kaum pesantren menggunakan Televisi sebagai salah satu bahan pembelajrana. Namun, tidak semua tayangan televisi dapat dijadikan bahan edukasi. Contoh program yang akan kita angkat sebagai media pembelajaran santri adalah program yang meningkatkan softskill santri. Seperti program yang menayangkan tentang Sejarah Indonesia yang diperjuangkan oleh kaum pesantren, Program Tekhnologi Tepat Guna (TTG), Program Menjadi Enterpreneurship dll.  Program yang ditayangkan melalui TV Edukasi milik kementrian pendidikan ini dimaksudkan untuk mengembangkan potensi masyarakat Indonseia pada umumnya dan santri pada khususnya agar softskill dari santri terasah. Santri juga tidak akan lagi dipandang sebelah mata sebagai kaum abangan karena bekal yang telah didapatkan dari Pembaharuan Kurikulum pesantren. -
Dengan adanya model pendidikan multikultural melalui televisi sebagai media pembelajarandi pesantren dalam menyongsong MEA diharapkan kualitas lulusan pesantren nantinya tidak kalah saing dengan lulusan sarjana bahkan dapat bersaing dengan warga asing dan siap dalam menghadapi MEA yang akan melaui diberlakukan pada akhir tahun 2015 ini. []

Rujukan :
Hidayat, Dyah Aji Jaya. 2012. Perbedaan Penyesuaian Diri Santri Di Pondok Pesantren Tradisional Dan Modern. Jurnal Talenta Psikologi Vol. 1 No. 2

Marzuki Dkk. Tipologi Perubahan Dan Model Pendidikan Multikultural Pesantren Salaf.

Maskur, Muhammad. 2009.  Pengembangan Model Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Al-Muhdlor Desa Darungan, Yosowilangun, Lumajang, Jawa Timur. UIN Sunan Kalijaga. Jogjakarta

Najmuddin, Ajjie. Adakah Lebih Penting Dari Wacana ‘Hari Santri’?. NU Online.

Wangke, Humphrey. 2014.  Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi Asean

2015.Jurnal Talenta Hubungan Internasional Vol. VI, No. 10

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puri Maerokoco, TMII-nya Jawa Tengah yang Luput dari Perhatian Publik

PALUI DAN NGUNGU

DO'A